Rabu, 20 Maret 2013

Coretan Sore, Hujan...


Hujan ini, membawaku kembali kepada saat itu...

Kamu pernah membuatku kecewa. Pernah membuat hatiku semendung sore ini.
Kadang, caraku untuk mengobati rindu ini padamu adalah dengan mendengarkan lagu-lagu favoritmu, lagu yang sering kita dengarkan bersama. Entah menyukainya atau tidak, aku selalu berusaha untuk menyukainya.

Kadang, hal-hal teoritis baru dapat diterjemahkan lewat sebuah obrolan dialektis. Untuk itu, aku sangat senang berbagi, ya, tentang apa saja. bahkan tentang hal-hal kecil yang kadang kita anggap biasa-biasa saja.

Duduk tenang, melepas beban. Lapangkan hati untuk rasa yang biasa kita nikmati. Sementara, letakkan dulu sebentuk ego yang membungkus diri sehingga harganya jadi mahal sekali. Dan aku, aku janji tak akan menangis lagi.

Pernahkah kamu terbayang, rasanya terbangun saat pagi dan tak lagi bisa mengirimkan pesan sekedar ucapan “selamat pagi, sayang”. Atau seketika menjadi canggung saat ingin sekali bertanya “Hari ini kamu mau ngapain aja, sayang?” Pernah terbayangkah, saat semua yang sudah terlalu terbiasa kita awali dipagi hari terpaksa hilang dan terganti? Sungguh, tak mampu membayangkan betapa kehilangannya pagiku.
Pernahkah kamu membayangkan tak ada lagi yang membacakan catatan kecil yang dituliskan untukmu. Tidakkah kamu akan merindukannya? Karena meskipun aku tau tak sering kau membaca catatanku, namun tak ada yang lebih menyenangkan dari membacakan sendiri catatan yang kubuat untukmu. Kadang aku malu membacakannya. Tapi memang hanya kumpulan huruf yang tak seberapa itu yang mampu aku persembahkan.
Tidakkah kamu ingin melakukannya lagi? Ketika kamu tiba-tiba menjatuhkan tubuhmu dipundakku dengan tangan yang memelukku dari belakang saat rasa kantuk datang ketika aku mengendarai motor. Tidakkah kamu ingin melakukannya lagi? Bukankah kamu selalu terbahak dengan keras setiap kali kamu tau kau berhasil mengejutkanku dengan tingkah konyolmu itu. Lakukan lagi ya sayang, nanti, tanpa sepengetahuanku. Karena meskipun aku selalu cemberut dan menyerbumu dengan pertanyaan-pertanyaan konyolku. Dan kamu, kamu selalu menggigit dan mencubitku hingga aku kesakitan. Tapi bukankah kita selalu menutupnya dengan tawa kita yang berderai? Lalu siapa nanti yang akan kumarahi karena membuatku kesakitan karena gigitan dan cubitannya lagi? Ah...
Aku tak mampu membayangkan. Bila tak lagi bisa sesuka hati bertamu kerumahmu untuk sekedar bercerita tentang hidup kita. Atau tak lagi bisa mendengar cerita tentang hidupmu., keseharianmu, kegiatanmu. Pernah terbayang rasanya, bila puluhan pesan masuk ke nomormu namun tak satupun memunculkan namaku di LCD mu. Maaf bila aku tak mampu membayangkan itu terjadi padaku. Rasanya tak cukup kuat aku menahan kecewa yang terlalu hebat. Terlalu pedih. 

Maaf,
Bila membayangkanpun aku tak cukup mampu. Bila belum terjadipun sudah sesak nafasku. Lalu mulai mengambang air di mataku. Lagi...
Aku takut. 
Boleh kupinjam tanganmu? Sebentar saja. Karena hanya milikmu itu yang mampu menghentikan aliran air mata ini.



Selamat sore, Kamu. 






Rabu, 13 Maret 2013

Selamat Malam, Kamu. Hati Ini.


Selamat malam, hati yang gundah, tak tenang .

Masih menyelimuti kalbuku yang sedang berwarna abu-abu. Aku menemukan sepenggal cerita akhir untuk bagian dari adegan yang harus aku mainkan. Ada derita disana. Ada duka, nestapa. Ada kesengsaraan jiwa juga disana. Aku merasa tidak mampu untuk melakoninya, tapi sang sutradara menuntutku untuk tetap bertindak profesional. Hmm, bicara profesional. Tidak semudah ucapkan kata. Ini adalah masalah pertentangan hati dengan kenyataan yang harus dihadapi. Aku masih belum terlalu mampu.

Hai, kamu. Alasanku bergundah hati. Masih mau menyangkal tidak pernah membuatku dilema? Ini aku sedang bimbang. Iya, Bukan maksud menakuti, hanya saja aku mengharapkan kewaspadaan darimu. Jika kamu terus mengabaikanku disini, kelak akan ada seseorang yang bisa membuatku damai, tidak dipungkiri, aku bisa saja tertarik. Kamu sadar? Aku ini manusia. Aku adalah seorang lelaki yang mudah  terlena dengan buaian kata "damai dan nyaman".

Hari ini, aku menghabiskan sisa-sisa hidupku dengan mengatur rencana baru. Akhir-akhir  ini aku juga tidak konsen mengerjakan apapun. Apalagi alasannya jika bukan karena kamu. Hatiku, Aku melihat kamu yang benar-benar 'biru'. Semoga saja ada 'bening' yang seringkali menyapu kegundahan ini.
Dan kamu, semoga bahagia.

Aku sudah pernah mati dalam hidup. Sudah pernah hidup dalam mati. Jadi, jika seandainya hal itu harus terjadi lagi. Mungkin sudah garis hidupku demikian. Sekarang, aku menyerahkan semua kepingannya pada Tuhan. Ya... Biarlah Dia yang menjaganya. Hanya Dia yang selalu ku percaya.
                                                                                                                                          

Selamat malam, Kamu.